Sejarah tentang Dara Juanti berlayar ke tanah Jawa bukanlah hal yang baru. Tatkala ditelusuri akan membawa kita kepada kilas balik sejarah di awal tahun 1400 M. Betapa
tidak? Kita tidak mungkin menafikan, atau menghilangkan begitu saja
nama kerajaan besar di tanah Jawa. Kaitannya sangat erat dengan cikal
bakal raja-raja Sintang selanjutnya, dan tidak bisa terlepas dari
keberadaan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Sebab nama Patih Lohgender
tercantum dalam sejarah Majapahit, sebagai seorang patih pada masa
pemerintahan Dewi Suhita yang bergelar Ratu Kencana Wungu turunan ke 6
dari Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit tahun 1292.
Dalam
perjalanan mencari abangnya Demong Nutup yang konon ditawan oleh
kerajaan Majapahit. Saat tiba di tanah Jawa terjadi pertemuan yang
singkat antara Patih Lohgender dengan Dara Juanti, situasi di kerajaan
Majapahit semakin memanas, seakan-akan menunggu kehancuran karena
perebutan tahta kekuasaan yang mengakibatkan perang saudara, dimana
Bhre Wirabumi (dikenal sebagai Minak Jinggo) Raja Belambangan
memberontak. Ia tidak setuju dengan pengangkatan Dewi Suhita sebagai
raja, Sebab ia merasa lebih berhak duduk di tahta Kerajaan Majapahit. Pararaton
mencatat, Perang Paregreg (perang yang berangsur-angsur) yang
berlangsung tahun 1401 – 1406 M antara Wikramawardhana-Bhre Wirabhumi
terjadi pada tahun Saka naga-loro-anahut-wulan atau 1328 Saka (1406 M).
Kembali
kepada pertemuan antara Patih Lohgender dengan Putri Dara Juanti di
tanah Jawa, tersirat beberapa ujian yang diberikan oleh Patih Lohgender
kepada Putri Dara Juanti sebagai bukti apakah Demong Nutup itu benar
abangnya atau bukan. Ujian pertama adalah Dara Juanti dan Demong Nutup
diminta untuk berbaring diatas satu buah pelepah daun pisang. Artinya
apabila pelepah daun pisang itu pecah, maka mereka bukanlah saudara.
Setelah melakukan ujian itu ternyata pelepah daun pisang sebagai alas
untuk keduanya berbaring tidak pecah. Artinya mereka berdua benar-benar
saudara.
Setelah
melewati ujian pertama, Patih Lohgender masih belum puas, dia ingin
membuktikan siapa sosok ksatria yang penampilannya mirip perempuan.
Patih Lohgender menguji lagi untuk melompat sebuah sungai, karena
menurut kepercayaan masyarakat di Majapahit saat itu apabila yang
melangkahi sungai itu betul-betul seorang perempuan, maka dengan
seketika dia akan datang menstrusai/haid akan keluar. Dara Juanti
terdiam sejenak karena takut penyamarannya diketahui oleh Patih
Lohgender. Tetapi tiba-tiba datang seekor burung elang yang selalu
menemani Putri Dara Juanti menghampirinya seolah-olah berkata segera
untuk melakukan ujian itu. Dengan penuh percaya diri Dara Juanti
melakukannya tiba-tiba burung kesayangannya itu langsung menabrak dada
Dara Juanti dan burung itu mengoyak dadanya sendiri sehingga darah
segarpun bercucuran. Dengan melihat darah yang itu Patih Lohgender
begitu yakin bahwa dalam penyamaran itu adalah seorang perempuan. Tetapi
betapa kagetnya Patih Lohgender ketika Dara Juanti mengatakan bahwa
darah itu adalah darah burung sembari menunjukan burung yang ada
ditangannya. Namun saat itu Putri Dara Juanti kembali melompati sungai
itu untuk menghampiri Patih Lohgender lagi, dan tanpa disadari penutup
kepala Putri Dara Juanti terlepas. Dan pada akhirnya Putri Dara Juanti
membuka semua tutup kepalanya dan menguraikan rambutnya yang panjang.
Betapa kagetnya Patih Lohgender ketika melihat wajah cantik yang
dihadapannya memiliki ilmu kenuragaan yang tinggi, yang ternyata
kecurigaannya memang benar terjawab bahwa itu sosok wajah perempuan yang
menyamar sebagai laki-laki.
Setelah
dua ujian itu mampu dilewati oleh Putri Dara Juanti dan Patih Lohgender
mengakui kehebatan dan keberanian Putri Dara Juanti. Sikap pemberani
Putri Dara Juanti itu membuat seorang Patih dari kerajaan Majapahit
terkagum-kagum. Tetapi apa yang dikatakan oleh Patih Lohgender pada saat
itu ?.... Wahai Tuan Putri… ketahuilah..! jangankan untuk membawa
abangmu pulang ke negeri asal mu, satu genggam tanah di majapahit pun
tidak aku ijinkan untuk dibawa. Dara Juanti terus berusaha untuk memohon
kepada Patih Lohgender, dan pada akhirnya iapun menjawab, saya siap
membebaskan abang-mu dan mengijinkan untuk dibawa pulang ke negeri-mu,
tetapi ada persyaratannya. Dara Juanti kaget dan bertanya… Apa
persyaratannya tuan..? Dengan enteng Patih Lohgender menjawab “ Abang mu
akan bebas asalkan tuan putri bersedia menikah dengan ku”.
Betapa
terkejutnya Dara Juanti mendengar persyaratan yang diminta oleh Patih
Lohgender dan sejenak terdiam seribu bahasa, dan pada akhirnya terjawab
juga. Baiklah Tuan… saya bersedia, tetapi tuan harus memenuhi
persyaratan ku juga yaitu “Tuan harus datang ke negeri dimana tempat ku
berada”. Setelah keduanya sama-sama sepakat dan masing-masing menerima
dan setuju dengan persyaratan, Dara Juanti segera membawa abangnya
pulang ke negeri Sintang.
Singkat
sejarah, setelah perang usai, Dewi Suhita (Ratu Kencana Wungu)
memerintahkan kepada Temenggung Arya Kembar untuk mengasingkan kedua
putra Patih Lohgender dan melepaskan semua jabatan dari struktur
pemerintahan majapahit. Sejak kedua putranya diasingkan oleh Dewi
Suhita, sebagai seorang ayah Patih Lohgender merasa malu dengan
perbuatan kedua putranya, Patih Logender pun mengundurkan diri dan
melepaskan semua jabatannya dari struktur pemerintahan kerajaan
Majapahit. Dan pada akhirnya Patih Logender memutuskan untuk pergi ke
Borneo tepatnya di negeri Sintang dimana tempat Puteri Dara Juanti
memerintah sebagai seorang raja/ratu.
Kedatangan
Patih Lohgender di Negeri Sintang memang benar-benar memenuhi
persyaratan yang diminta oleh Dara Juanti. Tidak hanya itu, tetapi
kecantikan Putri Dara Juanti itu sendiri yang membuat hati seorang Patih
dari Majapahit rela melepaskan semua jabatanya untuk mencari jalan
bagaimana caranya untuk dapat bertemu. Dengan menempuh perjalanan yang
begitu jauh serta melelahkan, pada akhirnya Patih Lohgender tiba juga di
negeri Sintang. Setibanya di negeri Sintang, betapa kagetnya Patih
Lohgender, ternyata ksatria yang dia jumpai di pelabuhan Tuban itu
adalah seorang raja muda yang arif dan bijaksana.
Singkat
sejarah, akhir dari semua itu keduanya saling menyukai. Dalam waktu
yang tidak terlalu lama Patih Logender meminang Puteri Dara Juanti
kepada abangnya Demong Nutup. Namun pinangan itu ditolak oleh Demong
Nutup dengan syarat pinangan itu akan diterima apabila Patih Lohgender
sanggup mengeluarkan 40 orang kepala dan 20 orang gadis yang masih suci,
keris elok tujuh berkepala naga serta barang lainya. Mendengar
persyaratan itu Patih Logender kembali ke Jawa untuk menyiapkan
persyaratan yang diminta oleh Demong Nutup untuk meminang adiknya Dara
Juanti.
Kesempatan
yang baik tidak disia-siakan oleh Patih Lohgender, berbekal pengalaman
sebagai seorang patih di Majapahit dan juga sebagai seorang seniman,
Patih Lohgender memanfaatkan waktu di desa kelahirannya yaitu desa Loh
untuk mempersiapkan semua persyaratan pinangannya kepada Putri Dara
Juanti. Yang lebih istimewa sebagai hasil karyanya adalah tiang
penyangga gong besar yang diukir dengan bentuk ular naga sebagai
penguasa sungai / laut yang di puncaknya terdapat burung Garuda
bermahkota sebagai penguasa dunia atas. Selain itu juga terdapat
sebongkah tanah yang disebut tanah Majapahit, Seperangkat Alat Musik
Gamelan, Sebuah keris elok tujuh yang merupakan salah satu senjata
pusaka Majaphit yang bernama Keris Naga Serinti, 40 orang kepala dan 20
orang gadis yang masih suci, serta busana cindai disebut Gerising Wayang
yang merupakan kelengkapan pakaian mulai dari mahkota seperti yang
terdapat dipuncak gantungan gong yang disebut juga dengan Jamang
Mustika. Dengan membawa persyaratan yang diminta dan semuanya telah
disiapkan barulah Patih Lohgender kembali lagi ke negeri Sintang untuk
diserahkan kepada Putri Dara Juanti.